Pandangan manusia seringkali tertuju pada penampilan maupun harta yang riil dipakainya. Manusia lebih menghormati mereka yang menaiki mobil menawan, berbusana mahal dan penampilan fisik yang rupawan.
Selain itu, orang yang memiliki fisik tidaklah terlalu rupawan, harta yg tidak seberapa dan kendaraan yang apa adanya seringkali jadi buah ejekan bahkan hinaan. Walaupun sesungguhnya manusia terbaik dalam pandangan Allah yakni manusia yang memiliki akhlak dan ketakwaan yang baik.
Terkisah di satu daerah perkotaan yang tengah berencana pembangunan masjid, Pengurus masjid kekurangan dana dalam mencapai pembangunan itu. Semuanya usaha yang dikerjakan sudah dikerahkan sekuat tenaga, namun hanya sedikit saja warga yang ingin menyumbang dan itu juga dalam jumlah dana yang kecil sampai pembangunan yang harusnya bisa beres dalam waktu yang cepat selanjutnya harus ditunda dulu karena kekurangan dana.
Didalam kebingungan itu, ketua panitia pembangunan masjid didatangi oleh seseorang yang menggunakan pakaian yang seadanya. Si ketua panitia selekasnya menjawab salam dan menengok dulu dari jendela siapakah kiranya yang berkunjung ke rumahnya itu. Dengan ciri-ciri orang perkotaan yang sedikit lihat materi, si ketua panitia itu hanya konsentrasi mengecheck apakah tamu yang datang kepadanya menggunakan kendaraan seperti mobil atau motor.
Namun rupanya tamu yang datang itu tidak menggunakan kendaraan apapun dan pernah terbesit dalam benak si empunya rumah, “Untuk apa sih orang miskin itu datang kesini? ”
Karena memang tamu itu sudah ada di depan pintu, selanjutnya si ketua panitia mempersilakannya untuk masuk dan menyuruhnya untuk duduk. Setelah beberapa menit bertanya tentang kehadirannya ke rumah ketua panitia pembangunan masjid, pada akhirnya tamu itu ajukan pertanyaan, “Kira-kira berapakah dana yang dibutuhkan Pak untuk pembangunan masjid itu? ” Karena terasa bila tamunya tidaklah orang kaya, dengan ketus dan sedikit menyepelekan, si ketua panitia berkata, “Sekitar 300 jutaan sih. ”
Setelah memperoleh jawaban yang dikehendakinya, selanjutnya tamu itu berpamitan dengan terlebih dulu memberi nomor ponsel miliknya. Ia berpesan pada ketua panitia, “Pak jika dapat besok atau lusa luangkan waktu untuk datang ke kantor Agama untuk mengurusi surat-surat pembangunan. Namun sebelum itu sebaiknya bapak menelepon saya terlebih dulu ke nomor ini. Insyaallah semoga ada rezeki untuk pembangunan itu. ”
Walaupun sempat sedikit tidak yakin, namun si ketua panitia mengiyakan dan malam harinya ia berkata pada panitia yang lain tentang kehadiran tamu yang dialaminya sore tadi. Sebagian dari panitia itu ada yang berkata ketus, “Sudahlah janganlah urusin orang itu. Biarkan saja. Cobalah, darimana orang itu bisa dapat uang segitu untuk pembangunan masjid kita ini?
Karena omongan beberapa rekannya itu, sang ketua panitia selanjutnya memutuskan untuk tidak datang ke kantor Agama besok harinya.
Siang harinya, dengan idzin Allah seorang warga yang sekalian jamaah yang ada di sana ingin mengambil satu mobil di show room dan ingin ditemani oleh sang ketua panitia. Jadi berangkatlah mereka berdua ke show room yang ternyata berdekatan dengan kantor Agama.
Waktu sudah selesai mengurusi transaksi pengambilan mobil, mereka berdua juga beranjak pulang. Saat lihat ke arah kantor Agama, ketua panitia merasa penasaran dan berkata pada rekannya itu, “Gimana bila kita datang saja ke kantor Agama da menelepon tamu yang tempo hari? ” Walaupun sempat ragu, pada akhirnya rekannya itu mengiyakan juga.
“Assalamualaikum pak! Bagaimana jadi ingin menyumbangkan untuk pembangunan masjid yang kemarin? Saya tunggu Bapak sampai jam 11 pas. Apabila Bapak terlambat, saya tidak akan menunggu karena saya banyak masalah. ” Demikianlah pernyataan ketua panitia itu saat menelepon tamu yang kemarin datang ke rumahnya.
Saat jam tunjukkan jam 11 lebih 5 menit, keduanya berinisiatif untuk pulang. Namun dari kejauhan tampak sosok tamu yang kemarin datang dan tengah menaiki becak hampiri kantor Agama.
Ia juga berkata, “Maaf Pak saya sedikit telat. Mari kita sama-sama segera masuk saja ke kantor Agama. ” Mereka juga masuk dengan didahului oleh tamu itu.
Saat ada di ruangan yang dituju, tamu yang telah ditunggu oleh ketua panitia dan rekannya itu segera keluarkan uang dari tasnya dan menyuruh pada petugas kantor Agama agar selekasnya menghitungnya dan buat kwitansi serah terimanya. Dengan enjoy ia berkata, “Tulis saja sumbangan ini atas nama Hamba Allah dan tidak perlu menulis nama saya. Pencatatan ini memang dibutuhkan sebagai arsip dan memang Allah menyuruh agar tiap-tiap transaksi sebaiknya dicatat, terlebih menyangkut harta benda. ”
Yang paling buat ke-2 panitia pembangunan masjid terperanjat yakni jumlah uang yang dikeluarkan oleh orang itu yang sejumlah 300 juta rupiah. Dengan sedikit rasa malu bercampur rendah diri, keduanya menundukkan pandangan karena kemarin dan pas datang tadi mereka pernah meremehkan orang itu yang disangka orang miskin.
Namun setelah diselidiki, nyatanya sosok sederhana itu yakni seorang pengusaha kebun kopi yang sudah memiliki kekayaan melimpah tetapi tetap masih tidak sombong dengan kekayaannya.
Subhanallah.... semoga Allah mengkaruniakan rezeki yang melimpah pada kita semua tidak ada sedikit juga membuat kita jauh dari melaksanakan ibadah kepadaNya dan mudah-mudahan dijauhkan dari sikap bermewah-mewahan akan titipan Allah itu.
Semoga juga Allah bersihkan hati kita dari melihat seseorang karena materi yang dipunyainya di dunia karena sebaik-baik harta yakni amal shaleh dan ketakwaan yang akan dibawa sampai mati. Amiin
SUMBER ; http :// www. sayacintaallah.