Cerita penuh nasehat dengan ending yang mengejutkan, juga intropeksi.. Kenapa hidup kita berantakan? Jangan-jangan karena jadwal sholat kita yang juga berantakan..
Selamat membaca!
" PERBAIKI JADWAL SHOLATMU, AGAR ALLAH ATUR JADWAL HIDUPMU "
Pada suatu hari di awal-awal saat memulai usaha dulu, saya ketemu permasalahan seperti itu : saya janjian dengan 3 orang di Jakarta. Saat ini posisi saya di Jogja tanpa banyak kenalan di Jakarta dan cekak banget dananya.
Begini jadwalnya : Pak A janji ketemu hari Senin siang, Pak B hari Rabu pagi dan Bu C di hari Jumat sore. Apabila saya ingin mudah, saya harus pergi naik kereta Minggu malam dan menginap di Jakarta 5 hari dan pulang Jumat malam.
Sayanya yang bingung : nginep dimana, biaya makannya dimana? Duh repot, padahal janjiannya sudah di-arrange lama dan posisi orang yang ingin saya temui ini Boss-boss semua untuk penawaran kerjaan promosi.
Saya harus mengikuti jadual mereka, saya tidak kuasa menentukan jadual karena saya yang perlu.
Pusinglah saya pikirkan jadual yang mustahil ini. Hingga 1 minggu mendekati harinya, saya ketemu seorang rekan, yang ilmu agamanya lumayan.
Karena belum dapatkan solusi, saya juga sharing kepadanya. Teman saya mengangguk-angguk lalu bertanya, " Jadual sholatmu gimana? "
" Jadual sholat? Apa hubungannya? " saya keheranan.
" Sholat subuh jam berapa? " tanpa ada menjawab pertanyaan saya, dia melanjutkan pertanyaannya.
" Errr... Jam 1/2 enam, jam enam. Sebangunnya lah.. Mengapa, " jawab saya.
" Sholat dhuhur jam berapa? "
" Dhuhur? Jadual sholat dhuhur ya jam 12 lah... " jawab saya.
" Bukan, jadual sholat dhuhurmu jam berapa? " ia selalu mendesak.
" Oooh, jam dua terkadang 1/2 tiga supaya langsung Asar. Eh, namun apa hubungannya dengan masalahku tadi? " saya makin heran.
Teman saya tersenyum dan berkata, " Pantas jadual hidupmu berantakan. "
" Lhooo.. kok? Apa hubungannya? " saya lebih bingung.
" Kamu bener ingin beresin masalahmu minggu depan ke Jakarta? " tanyanya lagi.
" Lha iya, makanya saya tadi cerita..., " saya menyahut.
" Beresin dulu jadual sholat wajibmu. Jangan terlambat sholat, jangan ditunda-tunda, klo dapat jamaah, " jawabnya.
" Kok.. hubungannya apa? " saya makin penasaran.
" Kerjain saja dulu bila ingin. Tidak juga gak bapak, yang miliki permasalahan kan bukanlah saya..., " jawabnya.
Saya juga pamit, jawabannya tidak memuaskan hati saya. Joko sembung naik ojek, pikir saya. Tidak nyambung, Jek.
Saya juga mencari langkah lain sambil mengumpulkan uang saku buat pergi yang memang mepet. Tetapi sehari ini rasanya buntu, buntu banget.
Hingga saya berpikir, ok deh saya coba sarannya. Toh tidak ada resiko apa-apa. Tetapi ternyata beratnya minta ampun, sholat pas waktu berat apabila kita punya kebiasaan malas-malasan, mengakhirkan pelaksanaannya. Tetapi udahlah, tinggal enam hari itu.
Dua hari jalan, tidak terjadi apa-apa. Makin yakin saya kalau saran teman saya ini tidak bermanfaat.
Namun pada hari ketiga, hp berdering. Dari asisten Pak A, " Mas, mohon maaf terlebih dulu. Tetapi Pak A belum bisa ketemu hari Senin besok. Ada rapat mendadak dengan direksi. Saya belum tahu kapan bisa ketemunya, nantinya saya kabari lagi. "
Di ujung telepon
saya ternganga, bukannya jadual saya makin teratur itu jadi ada kemungkinan di-cancel. Makin jauh logika saya dapatkan solusinya, tetapi apa daya. Karena bingung, saya juga selalu melanjutkan sholat saya sesuai sama jadualnya.
Di hari berikutnya, ponsel saya berdering kembali. Dari sekretaris Pak B.
" Mas, semoga belum beli ticket ya? Pak B nyatanya ada jadual general check up Rabu depan jadinya tidak dapat ketemu. Tadi Bapak nanya bisa tidak ketemu Jumat saja, jamnya ngikut Mas. "
Yang itu saya bener-bener terkejut. Jumat? Kan bareng harinya ama Bu C? Saya juga menyahut, " O iya, tidak apa-apa Pak. Jumat pagi gitu, jam 9 bisa ya? "
Dari seberang sana dia menjawab, " OK Mas, kelak saya berikan. "
Syeep, batin saya berteriak suka. Belum hilang rasa kaget saya, ponsel saya berbunyi lagi. Satu SMS masuk, bunyinya :
" Mas, Pak A minta ketemuannya hari Jumat setelah Jumatan. Jam 13. 30. Diupayakan ya Mas, tidak lama kok. 1 jam cukup. "
Saya semakin heran! Tidak ada campur tangan saya sekalipun, ini jadual membuat dirinya. Jadilah saya pergi Kamis malam, ketemu 3 orang di hari Jumat dan Jumat malem bisa balik ke Jogja tanpa menginap!
Saya sujud sesujud-sujudnya. Keajaiban jenis begini takkan bisa didapat dari Seven Habits-nya Stephen Covey, tidak juga dari Eight Habbits. Hanya Allah yang kuasa mengatur seluruhnya satu hal dari arsy-Nya sana.
Hingga saya meyakin satu hal yang sampai saat ini saya usahakan selalu jalani : Dahulukan jadual waktumu untuk Tuhan jadi Tuhan akan mengatur jadual hidupmu sebaik-baiknya.
Karena saya muslim, saya coba konfirmasikan itu ke beberapa rekan non muslim dan mereka menyetujuinya.
Apabila dalam kehidupan itu kita mengutamakan Tuhan, jadi Tuhan akan melindungi benar hidup kita.
Tuhan ini ikuti perlakuan kita padanya, semakin disiplin kita menyambut-Nya, semakin bereslah jadual hidup kita.
Jadi, kunci sukses usaha ke-3 yang saya bisa berbagi ke teman-teman : Sholatlah pas waktu, usahakan jamaah.
Bila ingin lebih top, tambahin sholat sunnahnya : qobliyah, bakdiyah, tahajjud, dhuha, sedapatnya.
Silahkan dipraktekkan, Insya Allah jadual kehidupan kita (baik usaha, keluarga ataupun personal) akan nyaman dijalani.
Hingga hari itu, saya belum pernah berdoa lagi untuk memberi 24 jam sehari jadi lebih banyak jamnya. 24 jam sehari ini sudah cukup, apabila kita tidak cuma mengandalkan logika untuk mengaturnya. Tidak kemrungsung, tidak cepat-cepat tetapi tanggung jawab terjalani dengan baik.
Bila sehari saya menemukan jadual saya kembali berantakan, banyak tabrakan waktunya atau tidak jelas karena menunggu konfirmasi begitu lama : selekasnya saya teliti jadual sholat saya.
Tentu disitulah masalahnya dan saya harus segera beresin hingga jadual saya akan teratur lagi sebaik-baiknya. Seperti bebrapa teman sekalian, istiqomah dengan kata lain berkelanjutan menjalankan itu tentu banyak godaannya.
Tetapi bila tidak pakai godaan, pasti semua orang akan sukses dong. Jadi memang harus tough, kuat menjalaninya, janganlah malas, janganlah cengeng.
-M. Arief Budiman-